Ketika Kejahatan Makin Merajalela, Perlukah Muslimah Belajar Bela Diri?

Tolongshareya - Sahabat tolongshareya, Di jaman masa kini, berbagai kegiatan yang kerap dikerjakan kaum perempuan pun berubah dalam bentuk, rasa dan gayanya. Namun intaian kejahatan tak banyak berubah ketika dia mengancam di rumah atau di luar rumah, di siang pun malam hari. Dari mereka yang kita kenal, dan apalagi yang tidak kita kenal. Maka berbekal untuk membela diri dari segala tindak kejahatan adalah sebuah keniscayaan.

Kejahatan terjadi setiap hari dalam beragam bentuk. Mulai dari yang “ringan” seperti hinaan kata-kata, gambar atau suara, hingga kejahatan kelas “berat” macam perampokan, perkosaan dan pembunuhan dan lain sebagainya.  
Meski kejahatan akan mengancam siapa saja, laki-laki, perempuan, orang tua, anak-anak, orang kaya, orang miskin, penduduk kota, penduduk desa, namun khususnya pada  perempuan, anak-anak dan orangtua, ancaman kejahatan menjadi berkali lipat dibanding pada kaum lelaki, apalagi yang sudah dewasa, muda dan segar  bugar.
 3 golongan ini menurut kriminolog Erlangga Masdiana, MA dikenal dalam khazanah ilmu kriminologi sebagai potensial victim atau korban kejahatan yang paling potensial karena umumnya mereka lemah secara fisik dan jarang memiliki kemampuan melakukan self protective, upaya pertahanan atau perlawanan diri.
Lemah, demonstratif, uncertain
Tak hanya itu, jelas Erlangga lagi, beberapa hal yang juga bisa memicu seseorang untuk berlaku jahat adalah manakala ada faktor-faktor pendukung seperti tempat yang sunyi atau gelap serta si calon korban sendiri bertindak demonstratif atau tanpa teman atau nampak dalam kondisi uncertain (nampak ragu-ragu, takut-takut atau kebingungan-red) atau karena paduan beberapa sebab ini sekaligus.
“Misalnya saja perempuan yang mengenakan pakaian-pakaian seronok, atau terlalu terbuka pada orang lain, atau menampilkan perhiasan-perhiasan atau kelihatan kebingungan akan mudah dijadikan sasaran kejahatan. Bukan saja mereka ini lebih mudah dieksploitasi secara harta atau secara fisik, mereka juga bisa misalnya lebih mudah dihipnotis,” urai Ketua Umum Institut Jujitsu Indonesia ini lagi.
Mengapa penampilan perempuan menjadi salah satu faktor pemicu kejahatan pula? “Karena perempuan itu kan memang pada dasarnya secara fisik menarik bagi lelaki. Sehingga tindak kejahatan yang bisa terjadi pada perempuan memang lebih, tidak hanya karena faktor hartanya misalnya tapi juga karena faktor fisiknya,” ungkap Erlangga.
Dan karena ketertarikan lelaki pada fisik perempuan ini didukung juga oleh kondisi fisik lelaki yang umumnya lebih kuat dan sikap mereka yang umumnya lebih terbuka dan dominan dalam bertindak, maka perempuanlah yang lebih banyak mengalami eksploitasi seks atau tindak kejahatan sexual harrastment (pelecehan seksual).
Pencegahan yang utama
Cegah sebelum terjadi  memang merupakan ungkapan klise namun ternyata sangat efektif untuk meminimalisir terjadinya tindak kejahatan pada diri seseorang. Apalagi bagi orang-orang yang tergolong potensial victim, tindakan pencegahan terjadinya kejahatan harus selalu didahulukan. Syukur-syukur kemudian mereka juga bisa memiliki kemampuan untuk mempertahankan diri saat mengalami tindak kejahatan.
Bagi perempuan, selain misalnya sadar akan kondisi potensial victim ini, meminimalisir segala unjuk kelemahan, kebingungan dan perilaki-perilaku demonstratif lain, mengikuti norma, adab atau nilai-nilai agama juga termasuk salah satu faktor penguat dalam meminimalisir kemungkinan terjadinya tindak kejahatan.
“Perlu diketahui, dari beberapa data soal perkosaan, diketahui bahwa 80% kasus terjadi di dalam ruangan, atau di dalam rumah dan dilakukan oleh orang-orang yang dikenal korban. Maka, perempuan memang perlu selalu aware akan keselamatan dirinya termasuk dengan menjaga adab-adab, akhlak dan tindakan-tindakan pencegahan sederhana lainnya. Misalnya membiasakan diri tidur dengan kamar terkunci, jendela tertutup, serta mengikuti norma-norma yang ada, seperti kalau dalam agama, memperhatikan soal penampilan terhadap muhrim atau non muhrim,” ayah enam anak ini lagi.
Mungkin ada orang yang berpikir, mengapa harus perempuan yang repot membatasi dan menjaga diri? Jawaban mudahnya, semua manusia jelas harus menjaga diri dan mengikuti norma, tetapi setiap kita toh bertanggungjawab atas keselamatan diri masing-masing dan hanya bisa mengendalikan diri masing-masing. Maka bicara keselamatan perempuan, tentu perempuan sendirilah yang paling pertama dan utama harus memiliki kesadaran dan upaya menjaga keselamatan dirinya sendiri.
Fitnah berujung sukses atau gagal
Masih dalam konteks penjagaan diri, dalam ajaran Islam sendiri, perempuan –serta anak-anak dan harta- memang disebut sebagai fitnah, satu kata yang menurut Ustadzah Nurhamidah Lc, MAg, banyak memunculkan salah pengertian dari orang yang mengartikannya berdasarkan pemahaman bahasa Indonesia yang lebih mengarah pada konteks negatif semacam petaka.
Padahal, jelas Ketua Sekolah Tinggi Agama Islam Al Qudwah, Depok ini lagi, kata fitnah yang dikaitkan pada perempuan, harta dan anak dalam bahasa Arab ini bermakna sebuah ujian.
“Karena bermakna ujian ini, maka sifatnya adalah proses, bukan hasil. Berarti ujungnya bisa sukses atau gagal. Bisa menghasilkan pahala atau dosa. Bisa membawa ke surga atau neraka. Dan untuk menjalaninya ke arah keberhasilan memang dibutuhkan sebuah pensikapan dan perilaku yang benar.”
Maka, karena diri perempuan adalah sebuah ujian, bagi dirinya sendiri, bagi keluarganya, bagi kaum lelaki, bagi para pemimpin bangsa, maka bagaimana setiap orang yang terkait dengan seorang perempuan bersikap, bertindak, bertuturlah yang akan membawanya kepada kesuksesan atau kegagalan, kebaikan atau kejahatan, buah pahala atau dosa.
“Agar hasilnya positif masing-masing pihak harus berbuat sesuai dengan landasan nilai Islam yang menjadi pengarah. Misalnya saja kita ambillah dari salah satunya, penuntun kegiatan sehari-hari dari surat An-Nur,” jelas ibu dua anak pehobi travelling ini.
Pertama misalnya, tuntunan Islam dalam bergaul misalnya adalah dengan menundukkan pandangan. Nurhamidah menjelaskan, “Jangan salah mengartikan dengan memalingkan muka, melengos, karena justru yang seperti ini bisa bikin salah paham atau membuat orang terpicu untuk ngisengi karena tersinggung. Tapi menundukkan pandangan adalah menjaga pandangan kita, melihat wajah tanpa harus bersitatap mata terus menerus. Kenapa? Karena sebagaimana pepatah, dari matalah bisa berlanjut hal-hal berikut, baik yang bersifat kebaikan maupun kejahatan.”
Kedua, dengan menjaga faraj yang konteksnya berkaitan dengan menjaga aurat dengan memakai pakaian. Pakaian seperti apa? Bukan yang sekadar tertutup aurat, jelas Nurhamidah lagi, namun belajar dari surat Al-Araf 26, pakaian itu haruslah menutup aurat sekaligus memperhatikan keindahan.
“Perhatikan modelnya, bagaimana warnanya, matching-nya bagaimana, supaya bukan sekadar nutup tapi juga nampak rapi, anggun dan menghindari fitnah bagi orang lain. Misalnya nih, karena kita abai dengan hal ini, maka orang yang melihat akan gagal mensikapi karena terpicu berkomentar; ih baju apaan tuh, kayak karung beras. Nah, itu kan sebuah pelecehan juga.”
Ini juga bisa berlaku pada mereka yang auratnya tertutup namun tidak sempurna, sehingga tetap nampak lekuk tubuhnya saking ketatnya pakaian atau membayanglah tubuhnya karena tipisnya bahan yang digunakan.
Ketiga, Nurhamidah menjelaskan bagaimana surat An-Nur juga bicara soal kemahraman, bagaimana setiap muslim perlu memperhatikan batas-batas penampakkan auratnya dan batas-batas pergaulannya pada mereka yang mahram dan bukan mahram.
“Dalam pergaulan misalnya, kita harus menghindari ikhtilat. Tapi apa itu ikhtilat? Bukan berarti perempuan dan laki-laki tidak boleh bertemu atau bersama-sama beraktivitas atau bekerjasama. Tapi ikhtilah adalah bercampur, sebagaimana saya mencampur air, teh dan gula menjadi minuman teh manis yang sudah tidak jelas lagi mana teh, mana gula, dan mana airnya,” papar lulusan Universitas Al Azhar, Kairo, Mesir jurusan ilmu hadits ini pula.
Bekali diri dengan bela diri
Selain faktor pencegahan, memiliki bekal keterampilan bela diri pun baik bila untuk  jadi pilihan para perempuan demi menambah kemampuan mereka menjaga dan menyelamatkan diri. Bentuk dan jenis bela dirinya bisa macam-macam, sepanjang dia benar-benar merupakan sebuah seni bela diri yang berlandaskan pada keterampilan. Baik olah fisik secara keseluruhan, olah nafas atau olah tenaga.
“Sebab, tidak sedikit tawaran bela diri yang ujung-ujungnya menggunakan hal-hal yang tidak masuk akal, yang mistis dan pada akhirnya bisa berakhir pada syirik. Misalnya , kalau sudah level tertentu para peserta akan ‘diisi’ sehingga bisa menjatuhkan lawan, menggeser benda dari jauh, atau diberi ‘jimat-jimat’ tertentu yang diyakini akan menambah keterampilan, ilmu atau kekebalan. Ini jelas terlarang, syirik namanya,” tegas Nurhamidah.
Bahkan mengkeramatkan ayat-ayat Quran tertentu pun terlarang. “Misalnya saja orang yang berkata kalau baca ini, misal iyyakana’budu wa iyya kanastaim, atau bismillah atau ayat-ayat lain, maka musuh kita akan mental, terdorong, jatuh. Nah itu berarti kita mengandalkan ayat itu sebagai kekuatan, dan itu adalah bentuk lain jimat, syirik. Maka menjadi beda tipis memang antara orang yang menggunakan ayat Qur’an untuk bertaqarrub kepada Allah dan untuk menjadi jimat penambah kekuatan,” sambung perempuan kelahiran Jakarta 33 tahun lalu ini.
Karena itu, saran Nurhamidah, pilih teknik bela diri secara seksama, yaitu betul-betul bersifat mengasah keterampilan fisik.
Begitupun perlu diingat bahwa sebagaimana namanya bela diri hanya sekadar untuk membela diri di saat diperlukan, dan karenanya lebih bersifat pertahanan yang simptomatik, menghilangkan gejala atau tindakan-tindakan kejahatan saat sudah terjadi. Karena menurut Erlangga Masdiana, yang terbaik tetap melakukan pencegahan kejahatan.
Terakhir namun paling utama ingatlah bahwa tiada kebaikan atau kejahatan bisa menimpa kita kecuali semua berada di dalam kekuasaan Allah swt semata. Karena itu, Nurhamidah mengingatkan kepada para perempuan untuk menjadikan Allah sebagai satu-satunya pelindung kita.
“Pencegahan, bela diri, senjata, apapun juga hanya sebuah ikhtiar. Allahlah yang akan menjaga diri kita. Maka hanya kepada Allahlah kita mohon perlindungan, kita minta penjagaan bahkan kita minta bantuan manakala datang musibah menimpa diri kita.”
Maka jangan kita merasa cukup puas dengan kemampuan bela diri kita, atau sebaliknya hilang keteguhan diri saat berhadapan dengan situasi sulit tanpa punya bekalan senjata atau teknik bela diri, karena sesungguhnya Allah lah sumber segala kekuatan. Wallahu’alam. (Zirlyfera Jamil/wawancara Dina dan Rahmi)
Semoga artikel ini menjadi inspirasi para wanita agar bisa mempertahankan dan menjaga diri dari kejahatan yang mengintai setiap saat.
Sumber : ummi-online.com


0 Response to "Ketika Kejahatan Makin Merajalela, Perlukah Muslimah Belajar Bela Diri?"

Post a Comment